Apa yang pertama kali ada di benak Anda ketika mendengar kata 'PAJAK'?

Senin, 05 Oktober 2009

Pajak atas bantuan ditanggung pemerintah

Sumbangan atau bantuan yang diberikan kepada korban bencana alam di berbagai wilayah Indonesia dan yang terakhir terjadi di Sumatra Barat, Jambi, dan sekitarnya, dapat dibebankan sebagai biaya dalam penghitungan pajak penghasilan (PPh).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Djoko Slamet Surjoputro mengatakan kebijakan tersebut merupakan insentif bagi masyarakat terutama pelaku usaha agar terdorong untuk memberikan sumbangan atau bantuan kepada para korban bencana.

PPh atas sumbangan yang telah diberikan oleh penyumbang akan ditanggung oleh pemerintah.

“Dalam rangka mendorong partisipasi masyarakat untuk meringankan beban para korban, pemerintah memberikan suatu kebijakan berupa pengakuan sumbangan sebagai biaya dalam menghitung PPh,” katanya dalam siaran pers yang diterima Bisnis, kemarin.

Bagi masyarakat yang memerlukan informasi lebih lanjut, terang Djoko, dapat langsung menghubungi call centre Ditjen Pajak di nomor telepon 500200.

Sementara itu, Direktur Perpajakan II Ditjen Pajak Sjarifuddin Alsah menjelaskan ketentuan dan tata cara pemberian sumbangan untuk sementara waktu mengikuti ketentuan PMK lama, sambil menunggu payung hukum berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

”Secara prinsip semuanya [syarat, ketentuan, dan tata cara pelaksanaan] sama dengan PMK-PMK yang mengatur tentang sumbangan dapat dijadikan sebagi pengurang penghitungan PPh. Hanya masalah tempat dan waktunya saja nanti yang berbeda,” jelasnya.

Dia menuturkan PMK yang saat ini dalam proses pembuatan tersebut nantinya berlaku surut sejak tanggal terjadinya bencana. ”Kelihatannya fasilitas ini akan berlaku sampai dengan akhir tahun mengingat besarnya dampak bencana yang ditimbulkan.”

Tidak hanya bencana yang terjadi di wilayah Sumatra, lanjutnya, pemberian insentif juga akan berlaku atas sumbangan yang diberikan kepada korban bencana gempa bumi yang terjadi di Jawa Barat beberapa bulan lalu. ”Berapa besar potential loss-nya itu tergantung seberapa besar sumbangan yang diberikan.”

Berdasarkan ketentuan dalam PMK-PMK lama itu, sumbangan yang dapat diperhitungkan sebagai biaya apabila :
(1) sumbangan dalam bentuk uang dan barang (sebesar nilai buku fiskal barang).
(2) sumbangan dibiayakan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan tahunan PPh tahun pajak,
(3) pembebanan biaya sumbangan harus dicatatkan sebagai sumbangan di tempat terjadi bencana.
(4) sumbangan harus disalurkan oleh instansi pemerintah a.l. Kantor Wapres, Kantor Menko Kesra, Depsos, Depkes, dan Depkeu, serta pihak lain yang dapat dipertanggungjawabkan keberadaannya, termasuk Palang Merah Indonesia, media massa cetak dan elektronik, dan organisasi sosial dan/atau keagamaan.
(5) bukti sah dan dapat diuji kebenarannya.
(6) instansi pemerintah atau pihak lain harus mendaftarkan diri sebagai penampung, penyalur, dan/atau pengelola sumbangan kepada Kantor Pusat Ditjen Pajak.
(7) pengguna fasilitas ini WP badan yang penghasilannya tidak dikenakan PPh final dan WP orang pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas.
(8) penampung, penyalur, dan/atau pengelola sumbangan wajib menyampaikan laporan penerimaan sumbangan dan/atau penyalurannya kepada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak untuk setiap kuartal, jika tidak akan dilakukan pemeriksaan.