Apa yang pertama kali ada di benak Anda ketika mendengar kata 'PAJAK'?

Kamis, 29 Oktober 2009

Baru 2012, Hasil Audit Wajar

Paling lambat tahun 2012, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat harus mendapatkan hasil audit ”wajar tanpa pengecualian” dari BPK. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu ragu lagi terhadap pengelolaan keuangan negara oleh pemerintah.

”Itu salah satu kontrak kinerja yang saya tanda tangani dengan Presiden SBY, yaitu pengelolaan keuangan negara harus sudah unqualified pada tahun 2012,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (26/10) di Jakarta, seusai berbicara di Seminar Internasional tentang Pengelolaan Keuangan Negara: Memenuhi Mandat Publik.

Menurut Menkeu, ada tiga hal yang menghambat peningkatan peringkat audit Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Saat ini hasil audit LKPP mendapat status disclaimer (tanpa opini).

Pertama, masalah pengelolaan aset negara yang tidak jelas. Kedua, lemahnya keyakinan pada besaran penerimaan pajak karena akses pemeriksaan BPK pada data perpajakan dibatasi. Ketiga, penyertaan modal pada lembaga-lembaga asing.

Masalah aset, antara lain belum beresnya status rumah dinas milik pemerintah yang masih dihuni pensiunan atau pejabat. ”Pada masalah pajak ada kendala pada penagihan piutang,” ujar Menkeu.

Hasil Pemeriksaan semester I-2009 BPK atas LKPP 2008 dilaporkan, ada 8.200 satuan kerja di departemen yang belum membukukan hasil revaluasi aset senilai Rp 77 triliun. Selain itu, ada aset Rp 16 triliun di kementerian yang belum jelas keberadaannya.

Pemerintah juga belum menetapkan kebijakan akuntansi atas penerbitan promissory notes (surat perjanjian akan membayar) kepada lembaga internasional senilai Rp 28 triliun.

Masalah lain, pemerintah belum mengakui utang kepada BI yang digunakan sebagai dana talangan iuran keanggotaan pada lembaga asing Rp 3 triliun

Meminta data

Terkait akses pemeriksaan terhadap data pajak, Ketua BPK Hadi Purnomo mengakui, BPK hanya bisa meminta data pembayaran pajak ke badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD).

”Jadi, hanya kepada wajib pajak badan yang jadi obyek pemeriksaan kami. Perusahaan swasta tidak bisa, begitu juga wajib pajak pribadi.,” ujarnya.

Menurut anggota BPK Hasan Bisri, untuk memperluas akses ke data perpajakan, BPK butuh dukungan pemerintah dan DPR. ”Kami belum tahu, seperti apa dukungan DPR. Kami akan koordinasi lebih lanjut,” ujarnya.

Dikatakan, BPK ingin membantu memperjelas potensi pajak di Indonesia. Tanpa akses ke wajib pajak, terutama wajib pajak besar, potensi itu sulit diketahui.

Namun, anggota Komisi XI DPR Andi Rahmat menegaskan, BPK memang tidak memiliki kewenangan membuka data wajib pajak pribadi. ”Kecuali status wajib pajak itu dalam penyidikan dan penuntutan. Undang- Undang Ketentuan Umum Perpajakan sudah jelas melindungi wajib pajak,” ujarnya.

Tidak ada komentar: